I.
Sikap
dalam hubungan konselor
A. Keyakinan konselor
tentang hakekat manusia
Hal pertama yang perlu diperhatikan adalah keyakinan atau
pandangan konselor tentang hakekat manusia. Manusia itu pada dasarnya
adalah baik. Demikian klien yang adalah manusia, pada dasarnya adalah baik.
Harus diyakini bahwa klien (yang adalah manusia)mengandung pada dirinya
kebaikan-kebaikan yang perlu dan dapat dikembangkan. Justru tugas
konselorlah membantu klien menemukan, mengungkapkan dan mengembangkan
kebaikan-kebaikan yang ada pada diri klien itu. Pada dasarnya manusia
memiliki kecendrungan-kecendrungan yang positif.
Kecendrungan yang positif itu kadang-kadang terganggu karena
klien mengalami sesuatu masalah. Dalam hal ini, sekali lagi, konselor
bertugas membantu meringankan beban klien dan membebaskannya dari gangguan
masalah itu. Jika klien terbebas dari gangguan itu, maka dasar-dasar
kebaikan, kecendrungan yang positif dapat dipastikan akan terwujudnya dalam
bentuk-bentuk yang baik dan positif pula.
|
Halaman
214-215
1.
Sebutkanlah sikap
dan pandangan anda sendiri tentang seorang
siswa yang datang kepada anda meminta bantuan.
Jawab:
Saya berpandangan
bahwa :
a. Meyakini manusia itu baik
b. Klien sosok yang sedang berkembang dan wajar
memiliki masalah
c. Klien adalah seseorang yang menaruh harapan pada
konselor
d. Menerima klien dengan positif
e. Konselor menyikapi dengan sabar dan kasih sayang
2. Sebutkanlah
beberapa sikap dan pandangan yang tidak semestinya tentang siswa yang
memerlukan bantuan itu.
Pandangan yang tidak semestinya
terhadap siswa yang memerlukan bantuan misalnya:
a. Memilih-milih klien
b. Memandang negatif terhadap klien
c. Konselor menganggap semua sama, baik intelektual,
motivasi atau yang lainnya padahal sebenarnya tidak sama
3. Sebutkan
pula akibat yang mungkin timbul pada diri siswa yang dikenai oleh sikap dan
pandangan yang negatif dari konselor seperti tersebut dari no. 2 di atas. Akibat
yang mungkin timbul seperti:
a.
Klien
merasa terjauhkan, asing dan minder
b.
Klien
merasa dibeda-bedakan dan timbul permasalahan diskriminatif
c.
Klien
merasa tidak senang dan pandangan negatif terhadap konselor
B.
Kemampuan
menerima klien
Hal kedua adalah kemampuan konselor untuk benar-benar menerima
klien sebagaimana adanya. Dasar dari kemampuan ini ialah penghargaan
terhadap orang lain (dalam hal ini klien) sebagai seorang yang pada
dasarnya baik. Dalam menerima klien ini dua unsur yang perlu diingat:
a. Konselor berkehendak untuk
membiarkan adanya perbedaan antara konselor dan klien
b. Konselor menyadari bahwa
pengalaman yang akan dijalani oleh klien adalah usaha penuh dengan
perjuangan, pembinaan dan perasaan.
Penerimaan konselor terhadap klien secara langsung bersangkut
paut dengan kemampuan konselor untuk tidak memberikan penilaian tertentu
terhadap klien. Konselor tidak menerapkan sesuatu ukuran terhadap ciri-ciri
ataupun keadaan apapun dari klien. Juga konselor tidak menetapkan
syarat-syarat tertentu yang harus dipenuhi oleh klien sebelum konselor mau
memberikan bantuannya. Konselor tidak memakai ungkapan-ungkapan yang
memakai “jika” misalnya “jika kamu mau mematuhi saran saya”, “jika kamu
belajar dengan baik”, “jika kamu berhenti berbuat nakal”, “jika kamu
menghormati saya ”, dan sebagainya, sebagai syarat pengakuannya terhadap
pribadi klien, atau sebelum konselor bersedia memberikan bantuannya.
|
Halaman 216-217
Mampukah konselor menerima klien
sebagaimana adanya? Konselor tidak seyogianya menuntut sesuatu atau menerapkan
syarat-syarat tertentu terhadap klien sebelum konselor mau memberikan bantuan
konselor juga harus bebas dari prasangka. Mampukah anda bersikap seperti itu.
1. Jika
seandainya anda tahu sebelumnya bahwa siswa yang datang kepada anda untuk
meminta bantuan adalah anak yang nakal, pemalas, dan berprestasi rendah dalam
pelajaran, bagaimana sikap anda untuk dapat menerima siswa itu apa adanya?
Haruskah anda melupakan saja pengetahuan anda tentang anak itu? Atau anda
pura-pura tidak tahu tentang hal itu semua? Atau bagaimana?
Sikap saya adalah tetap menerima
klien walaupun ia nakal. Saya akan melupakan sejenak mengenai pengetahuan
tentang anak itu, dan menganggap siswa yang didepan saya itu adalah siswa yang
memerlukan bantuan.
2. Jika
konselor harus menerima klen apa adanya,
perlukah konselor memperhatikan keterangan-keterangan tentang siswa yang
terdapat didalam himpunan data (“ Cummulatige record) siswa? Mengapa?
Jawaban: tidak perlu
Alasan: karena bisa jadi itu adalah data
yang lalu, gunakan asas kekinian
3. Perlukah
konselor mengungkapkan data siswa melalui tes dan / atau inventori? Bagaimana
cara pemakaian data yang diperoleh melalui tes/inventori itu?
Perlu atau tidak perlu: tidak
perlu
C.
Penuh pengertian
terhadap klien
Hal ketiga ialah bahwa setiap orang ingin dinegeri. Jika
hubungan konselor akan membuahkan sesuatu yang baik, maka konselor yang
menyangkut klien harus mencakup secara jelas, benar dan menyeluruh dari
semua apa yang dikemukakan oleh klien. Semua pernyataan dari klien, baik
langsung atau tidak langsung baik melalui kata-kata (verbal) maupun syarat
dan gerakan (non verbal) perlu dijangkau dan dimengerti oleh konselor.
|
Halaman
218-219
1. Usaha-usaha
apakah yang harus anda lakukan untuk dapat mengerti klien dengan
sebaik-baiknya?
Usaha saya ialah:
a. Menggunakan kumulatif record
b. Meningkatkan kompetensi terutama yang berhubungan
dengan teknik konseling
c. Dorongan minimal
d. Benar-benar memahami karakteristik siswa
2. Apakah
akibat yang dapat timbul pada diri klien bila dia merasa bahwa konselor tidak
mengerti dengan baik tentang diri klien itu?
Akibatnya pada diri klien
ialah:
a. Konseling gagal atau tidak efektif
b. Klien merasa konseling atau tidak konseling sama
saja
c. Klien merasa tidak dihargai
d. Klien tidak mau konseling lagi
e. Klien pesimis terhadap konselor
3. Bagaimana
suasana kejiwaan klien bila dia merasa bahwa dirinya benar-benar dimengerti
oleh konselor?
Suasana kejiwaan klien akan
menjadi: Disenangi, klien akan sukarela untuk berbicara serta lebih terbuka dengan
konselor. Dan klien merasa nyaman.
D.
Sikap konselor terhadap
norma dan nilai-nilai
Hal keempat adalah mengenai norma dan nilai-nilai. Di dunia
barat banyak konselor yang menganggap bahwa konselor hendaknya tetap netral
terhadap norma dan nilai-nilai itu. Artinya konselor tidak boleh mengambil sikap
tertentu terhadap norma dan nilai-nilai yang dianut oleh klien. Di samping
itu ada pula konselor yang berpendapat lain. golongan konselor ini tidak
bersifat netral terhadap nilai-nilai yang dianut klien, melainkan siap
membicarakan secara terbuka dan terus terang tentang niali-nilai itu.
Konselor ini berpendapat bahwa sikap netral pada klien bisa berbahaya,
terutama karena klien dapat beranggapan bahwa konselor menerima atau bahkan
menyetujui nilai-nilai itu tidak dapat diterima oleh masyarakat.
Sebenarnya suka atau tidak suka, langsung atau tidak langsung
konselor akan menyertakan norma dan nilai-nilai yang dianutnya didalam
hubungan konseling dengan klien. Masalahnya sekarang ialah bolehkah
konselor memaksakan norma dan nilai-nilainya sendiri kepada klien?
Jawabannya ialah tidak.
Konselor dapat membicarakan secara terbuka dan terus terang
segala sesuatu yang menyangkut norma dan nilai-nilai: bagaimana
berkembangnya, bagaimana penerimaan masyarakat, apa dan bagaimana akibat
yang dapat timbul bila norma dan nilai-nilai seperti ini teru s dianut, dan
sebagainya. Jelaslah bahwa norma dan nilai-nilai itu perlu dibahas dari
segenap seginya agar klien memiliki bahan yang cukup dalam mengambil
keputusan tentang norma dan nilai-nilai yang akan diambilnya.
Perlu dicatat, pada akhirnya klienlah yang hendaknya mampu
mengambil keputusan untuk dirinya sendiri. Dalam hal ini pemaksaan norma
dan nilai-nilai dari konselor berarti tidak memberikan hak kepada klien
untuk memutuskan sendiri apa yang
penting bagi dirinya.
|
Halaman 220-222
Mampukah
anda sebagai konselor bersikap wajar terhadap norma dan nilai-nilai yang anda
anut oleh klien?
1. Jika norma dan nilai-nilai yang dianut oleh
siswa yang anda hadapi berbeda dari norma dan nilai-nilai yang anda anut,
bagaimana sikap anda? Sikap saya ialah: menghargai norma klien tersebut.
2. Bolehkah
anda menyampaikan nilai-nilai dan norma yang dianut kepada siswa yang anda
hadapi?
Jawaban: boleh
Alasan: tidak ada pemaksaan
Jika boleh, bagaimana caranya?
Caranya ialah: menyampaikan nilai-nilai yang kita
anut, namun tidak memaksa kepada klien.
3. Apakah
keuntungan siswa itu sendiri yang mengambil keputusan tentang nilai-nilai dan
norma yang akan diambilnya?
Keuntungannya
ialah: Mudah melakukannya, klien akan menjadi lebih baik dalam bertindak
sesuatu. Memberikan hak-hak kepada da atas norma dan nila-nilai yang
diambilnya. Tidak terbebani, tidak menyalahkan konselor karena keputusannya ditangan
klien. Dan klien akan mandiri
4. Adakah
kerugiannya siswa diberi kebebasan
mengambil keputusan sendiri tentang norma dan nilai-nilai yang akan dianutnya? Jika
ada, kerugiannya ialah: Takutnya nanti klien salah mengambil keputusan
5. Bagaimana
sikap anda terhadap keuntungan dan kerugian seperti tersebut pada nomor 3 dan 4
di atas?
Kalau nilai yang dianut benar, maka
konselor memberikan dukungan.
Kalau nilai yang dianut salah, maka
konselor muluruskan.
II.
Kemampuan
dasar dalam hubungan konseling
a.
Kemampuan membina
keakraban
Keakraban merupakan
syarat yang sangat pokok demi terbinanya hubungan yang nyaman dan serasi
antar konselor dan klien. Keakraban ini akan tumbuh dan terus menerus
terjaga jika konseling benar-benar menaruh perhatian dan menerima klien
dengan baik. Perhatian dan penerimaan yang murni (tidak palsu) ini
sebenarnya tidak bisa dipaksakan, ataupun direncanakan, ataupun
dibuat-buat. Seorang konselor yang memaksakan dirinya menaruh perhatian dan
menerima klien, atau (atau terpaksa) dengan sengaja merencanakan bentuk-bentuk
perhatian dan penerimaan terhadap klien, maka wujud perhatian dan
penerimaan itu akan tidak wajar, dan ketidakwajaran iniakhirnya akan
mewarnai hubungan itu sendiri. Keakraban yang murni dan wajar ditandai oleh adanya perhatian,
tanggapan, dan keterlibatan perasaan secara tulus. Keakraban ini adalah
lebih dalam dari sekedar mengucapkan salam atau sekedar mengenakkan hati
klien saja. Lebih jauh dari itu, keakraban merupakan kesatuan suasana
hubungan yang ditandai oleh adanya rasa krasan, kesungguhan, dan ketulusan
hati dan perhatian. Susahnya, ciri-ciri kekraban seperti ini amat sukar
diukur, amat sulit diterjemahkan kedalam bentuk-bentuk tindakan yang nyata,
dan amat sukar dibuat petunjuk pelaksanaannya (resepnya). Dan lagi,
keakraban yang murni tidak mungkin dibina kalau usaha-usaha “yang palsu
atau pun melihat sembunyi-sembunyi”. Satunya-satunya “resep” yang dapat
dikemukakan disini ialah : konselor hendaknya memiliki kehendak hati yang
kuat untuk menerima, memperhatikan, dan mendengarkan orang lain (klien).
Keakraban yang murni adalah tanpa pemrih.
|
Halaman 224- 225
Mampukah anda sebagai konselor
membina keakraban yang wajar, murni dan tulus dengan siswa yang datang kepada
anda meminta bantuan?
1. Ciri-ciri
apakah yang terdapat pada diri anda (konselor) dan pada diri siswa (klien) yang
menandakan bahwa antara anda dan siswa itu ada hubungan yang akrab?
Ciri-ciri yang ada pada
diri saya (konselor) ialah: Ramah tama, mudah tersenyum, hangat, berempati
dengan apa yang dirasakan klien dan member perhatian kepada klien.
Ciri-ciri yang ada pada diri siswa (klien) ialah:
Terbuka, ramah tama, mudah tersenyum, ikhlas dalam menceritakan masalahnya dan
sukarela.
2. Mengapakah
keakraban itu tidak boleh palsu?
Alsan saya ialah karena
kalau keakraban itu palsu akan membuatnya tidak nyaman, tidak cocok, dan akan
membuatnya akan lebih tersiksa.
3. Apakah
akibatnya bila antara konselor dan
klien tidak terdapat hubungan yang akrab?
Akibat yang akan timbul
ialah klien akan merasa asing didepan konselor sehingga klien tidak akan mau
bercerita yang sedang dihadapinya , canggung, enggan, dan ngak betah.
4. Usaha-usaha
apakah yang harus anda lakukan untuk membina keakraban itu?
Usaha-usaha yang harus
saya lakukan ialah menerima klien dengan baik, bersikap empati, memperhatikan
dan mendengarkan dengan baik, ramah tama, mudah tersenyum dengan klien, agar
tercipta hubungan keakraban diantara keduanya berani memulai pembicaraan.
Empati pada dasarnya adalah mengerti dan dapat
merasakan perasaan orang lain (klien). Empati ini akan lebih lengkap jika
diiringi oleh pengertian dan penerimaan konselor tentang apa yang
dipikirkan oleh klien. Empati adalah saling hubungan antara dua orang dan
kuat lemahnya empati tergantung pada saling pengertian dan penerimaan
terhadap suasana yang diutarakan oleh klien. Empati yang dalam dapat
dirasakan baik oleh klien maupun konselor sendiri.
|
Halaman 225- 226
Dapatkah anda sebagai konselor
ber-empati terhadap hal-hal yang terjadi pada diri klien?
1. Berilah
contoh bahwa anda ber-empati terhadap suasana yang dihadapi oleh klien.
Contoh-contoh: mengangguk-angguk,
menunjukkan banwa konselor ikut merasakan apa yang klien rasakan.
2. Apakah
akibat yang mungkin timbul pada diri klien apabila dia merasa bahwa konselor
ber-empati terhadap suasana yang dialaminya?
Akibat yang mungkin
timbul ialah klien akan merasa nyaman terhadap konselor, senang sehingga klien
mau menceritakan kepada klien, merasa peduli, lebih terbuka.
3. Apakah
akibat yang akan timbul pada diri kilen apabila dia merasa bahwa konselor tidak
ber-empati terhadap suasana yang dialaminya?
Akibatnya yang mungkin
timbul ialah klien tidak akan nyaman dalam konseling serta tidak puas dengan
apa yang diarahkan konselor sehingga klien akan bisa menjelekkan konselor
dengan orang lain.
4. Dapatkah
empati itu dipaksakan ? Dan dapatkah ber-empati itu dlatihkan?
Tidak, dilatih dengan
latihan 3 M, dan menghargai orang lain.
Dapat/ tidak dapat
dipaksaan: tidak dapat dipaksakan karena itu dari hati seseorang.
C.
Kemampuan memperhatikan
Kemampuan memperhatikan menutur keterlibatan sepenuhnya dari
konselor terhadap segala sesuatu yang dikemukakan oleh klien. Kemampuan ini
memerlukan keterampilan dalam mendengarkan dan mengamati untuk dapat
mengetahui perasaan sebagaimana diungkapkan oleh klien. Melalui mendengar
dan mengamati itu konselor tidak hanya menangkap dan mengerti apa yang
dikemukakan oleh klien tetapi juga bagaimana dan mengapa klien menyampaikan
hal itu.
Bagaimana juga, suka atau tidak suka, klien menginginkan
perhatian penuh dari konselor. Untuk ini konselor perlu mencurahkan
perhatian secara penuh terhadap segenap pengutaraan klien baik melalui
kata-kata (verbal) maupun isyarat/kegiatan lainnya (non-verbal). Lebih dari
itu, hal0hal yang melatarbelakangi pengutaraan itu pun perlu dijangkau oleh
konselor.
|
Halaman 227
1.
Hal-hal apa
sajakah pada diri klien yang perlu diperlu diperhatikan?
Hal-hal yang perlu
diperhatikan ialah bahasa tubuh, mimik wajah, isi pembicaraan, kontak mata
antara konselor dan klien pengutaraan klien baik melalui kata-kata verbal maupun isyarat atau kegiatan
lainnya (non verbal) perasaan, latar belakang.
2.
Apakah akibat
yang mungkin timbul pada diri klien apabila ia merasa bahwa segala yang
disampaikan benar-benar diperhatikan oleh konselor?
Akibat yang mungkin
timbul ialah perasaan senang karena konselor memahami dan mengerti klien
sehingga bebannya menjadi kurang serta terbuka dalam proses konseling. Lebih
rileks, dan lebih bersemangat.
3.
Apakah akibat
yang mungkin timbul pada diri klien apabila ia merasa bahwa konselor tidak
memperhatikan dengan baik apa yang disampaikan klien?
Akibat yang mungkin
timbul ialah klien akan kesal, marah, tidak puas karena tidak ada keseriusan
pada diri kondelor dan akan merasa kecewa.
III.
Membina
hubungan konseling
A. Perbedaan antara Konseling dan Pembicaraan Biasa
Perbedaan antara Konseling dan
Pembicaraan Biasa hendaknya disadari. Dalam konseling pusat pembicaran
hendaknya diarahkan kepada salah seorang peserta, yaitu klien, sedangkan
dalam pembicaraan biasa pusat pembicaraan diarahkan kepada kedua belah
pihak. Konselor hendaknya tidak memusatkan pembicaraan kepada seseorang
selain klien sendiri. Hendaknya juga harus diingat bahwa didalam wawancara
konseling tidak boleh ada omongan yang membicarakan orang lain.
|
Halaman 228
1. Apakah
akibatnya jika suasana konseling terjerumus ke dalam membicarakan orang lain?
Akibatnya ialah Masalah
klien tidak terentaskan, kalau klien terus membicarakan orang lain, nanti dalam
proses konseling yang akan diubah adalah diri klien, oleh karena itu, harus
fokus pada klien. Jika fokus terpecah, klien merasa tidak dipahami.
2. Adakah
hubungan antara “ larangan membicarakan orang lain” dengan sifat kerahasiaan
suasana konseling?
Hubungannya ialah ada,
jika mebicarakan orang lain maka kerahasiaan orang itu tidak bisa dijaga oleh
kita. Dalam proses konseling tidak boleh membicarakan orang lain tetapi fokus
pada masalah yang dihadapi oleh klien tersebut. konselor harus dapat menjaga
rahasia klien yang satu dengan klien yang lain. Konselor tidak dapat menyamakan
setiap masalah walaupun masalahnya sama, karena solusinya pasti berbeda
penyebab, persepsi dan solusinya.
B.
Klien adalah pusat pembicaraan dalam wawancara konseling
Dalam konseling, jika klien menyatakan bahwa ia telah pernah
menghubungi orang lain (misalnya guru, dokter, konseling lain, dan
sebagainya) berkenaan dengan masalah yang dihadapinya, maka konselor harus
berusaha menanggapinya dari sudut klien itu sendiri dan tidak dari sudut
orang-orang yang pernah dihubunginya itu. Misalnya, jika klien menyatakan
bahwa ia pernah mendatangi dan menceritakan masalahnya itu kepada seorang
guru dikelasnya dan guru itu menanggapi masalah klien dengan cara yang
kurang mengenakkan sehingga klien sama sekali tidak puas. Bagaimana sikap
dan tanggapan konselor? Ada dua kemungkinan, yaitu pertama membahas lebih
jauh tentang sikap dan tanggapan guru itu, sehingga sampai pada kesimpulan
“tampaknya guru itu memang seorang yang amat kurang menyenangkan”. Kedua,
membahas lebih jauh tentang perlakuan orang lain terhadapnya. Dalam hal
yang kedua ini konselo misalnya berkata “tampaknya kamu amat tidak suka
orang yang berperangai seperti itu”. Pilihan kedua adalah lebih baik karena
pilihan itu lebih dekat kepada tuhuan pokok usaha konseling yaitu
mengembangkan pengertian klien tentang dirinya sendiri.
|
Halaman 229-230
Konselor harus mampu membicarakan
masalah yang diajukan oleh klien dari sudut klien itu sendiri, bukan dari sudut
orang lain. Mampukah konselor selalu memusatkan pembicaraan pada diri klien?
1. Pernahkah
anda mengalami bahwa klien anda berusaha memusatkan pembicaraan pada orang lain
padahal masalah yang dibicarakan itu sebenarnya menyangkut diri klien itu
sendiri? (harap diuraikan)
Pengalaman saya ialah
sebagai berikut pernah, karena ia malu untuk menceritakan makanya ia
mengandaikan dirinya orang lain. kemudian saya arahkan pembicaraan kepada klien
2. Apakah
yang hendak dilakukan oleh konselor jika klien berusaha mengalihkan pusat
pembicaraan seperti itu?
Konselor mengarahkan kembali pembicaraan
kepada klien.
3. Konselor
harus selalu bisa memusatkan pembicaraan pada diri klien. Apakah tujuan
utamanya?
Tujuan utamanya ialah Akan
fokus, maka masalah akan cepat terentaskan
4. Mungkinkah
timbul hal-hal yang bersifat subjektif pada diri klien sebagai akibat usaha
konselor yang selalu memusatkan pembicaraan pada diri klien?
Kalau mungkin apakah itu?
Mungkin; uraiannya ialah sebagai
berikut:
Karena tugas konselor
melihat secara objektif.
5. Jika
akibat negatif seperti tersebut pada no. 4 di atas memang timbul, usaha apakah
yang harus dilakukan oleh konselor?
Usaha yang harus dilakukan ialah Usaha yang harus dilakukan ialah tetap melihat
masalah secara objektif
C. Siapakah yang
menetapkan pokok pembicaraan
Biarkanlah klien menetapkan sendiri pokok-pokok pembicaraan
yang akan dibahas dalam wawancara konseling. Konselor tidak perlu memulai
pembicaraan dengan meminta klien menceritakan sesuatu yang khusus. Klien
hendaklah diberi kesempatan penuh untuk memulai sendiri wawancara
konseling. Jika konselor yang memulai, lebih-lebih dengan sesuatu
pertanyaan yang khusus, jangan-jangan pertanyaan itu kurang berharga atau
kurang mengena terhadap apa yang hendak dikemukakan klien. Pada umumnya
waktu datang kepada konselor klien telah membawa sesuatu yang hendak
disampaikan kepada konselor. Sekali lagi, berilah kesempatan kepada klien
untuk mengemukakan apa yang penting baginya.
|
Halaman 231
1. Jika
konselor tidak diperkenankan memulai pembicaraan yang menyangkut isi yang akan
dikemukakan oleh klien, apakah yang harus dilakukan oleh konselor pada awal
wawancara konseling?
Yang harus dilakukan konselor ialah
tersenyum, ramah tama, dan menyapanya. Awali dengan penstrukturan,
pertanyaan terbuka.
Contoh kata-kata atau
kalimat yang perlu dikemukakan oleh konselor ialah bagaimana kabar kamu
sekarang? Ada yang bisa ibu bantu?
2. Jika
klien diam saja, apakah yang harus dilakukan konselor?
Yang harus silakukan
konselor ialah penstrukturan bahwa apa yang diceritakan tentang masalahnya
tidak akan dibicarakan kepada orang lain, gunakan pertanyaan terbuka.
D.
Masalah klien lain
Adalah tidak seyogyanya membawa pembicaraan tentang masalah
klien yang terdahulu kedalam proses konseling yang sekarang sedang
berlangsung, meskipun masalah yang dialami oleh kedua klien itu tampaknya
sama. Besar kemungkinan masalah yang tampaknya sama itu sebenarnya banyak
sekali perbedaannya sehingga cara penyelesaiannya yang dipakaikan terhadap
klien yang terdahulu itu tidak dapat dipakaikan terhadap klien yang
sekarang. Disamping itu, membawa masalah klien kedalam pembicaraan
konseling boleh jadi menimbulkan hal-hal yang kurang menyenangkan pada diri
klien. Klien boleh jadi menduga-duga “wah, jangan jangan bapak ini
menceritakan masalah-masalah seperti ini kepada orang-orang lain. saya ragu
apakah perlu bercerita lebih lanjut kepadanya tentang diri saya jika
nantinya masalah saya akan diceritakan kepada orang lain juga”.
|
Halaman 232-233
1. Dalam
hal apa sajakah setiap masalah itu unik?
Keunikan masalah klien
terletak pada latarbelakang masalah, cara pandang orang dalam menghadapi
masalah, lingkungan, dan persepsi seseorang.
2. Bahaya
apakah yang mungkin timbul jika konselor menyamaratakan masalah klien yang satu
dengan masalh klien lainnya?
Bahaya yang mungkin
timbul ialah kalau terjadi seperti itu masalah klien itu tidak akan
terselesaikan karena walaupun masalahnya sama tetapi cara penyelesaian masalahnya
pasti beda dan klien tidak merasa puas.
3. Jika
konselor tidak boleh menyamaratakan masalah-masalah yang dihadapi klien,
bolehkah konselor menceritakan kepada klien tentang pengalaman konselor sendiri
atau pengalaman orang lain yang kira-kira mirip atau mengandung persamaan
dengan masalah klien yang dihadapinya sekarang? Jika tidak boleh apa sebabnya?
Jika boleh, dalam keadaan bagaimana
cerita itu disampaikan kepada klien?
Tidak boleh dengan alasan
Boleh, cerita itu disampaikan
dengan cara sebagai berikut
boleh diceritakan
asalkan dirahasiakan namanya.
4. Adakah
hubungan antara “tidak menyamaratakan masalah yang satu dengan masalah lain”
dengan sifat kerahasiaan” suasana konseling?
Ada, yaitu jika
konselor menyamaratakan masalah klien yang satu dengan yang lain, tentunya
masalah klien yang lain dapat diketahui oleh klien yang satu lagi. Dan dengan
begitu asas kerahasiaan tidak dapat terjaga dengan baik
E.
Tidak membangkitkan
sikap mempertahankan diri
Konselor hendaknya tidak membangkitkan sikap mempertahankan
diri pada klien. Penggunaan kata-kata “bodoh”, “lamban”, “penakut”, dan
sebagainya hendaknya dihindari, kecuali kalau klien mempergunakan untuk
dirinya sendiri.
Perhatikanlah dua kalimat berikut:
“kamu sebenarnya kurang bersungguh-sungguh dalam usaha itu”,
“ternyata kamu sama sekali tidak mempunyai keberanian
mencobanya”.
Kedua kalimat diatas merupakan pernyataan tentang sikap
(perasaan) tidak puas dari konselor dan kalimat kedua berangka dapat
menimbulkan sikap mempertahankan diri secara lebih kuat dari pada kalimat
pertama. Kata-kata tertentu boleh jadi menimbulkan sikap mempertahankan
diri pada klien. Misalnya, seorang klien tiba-tiba meradang ketika konselor
mempergunakan kata “perasa” dalam merefleksikan perasaan klien. Misalnya konselor
berkata: “tampaknya anda adalah seorang yang perasa”. Klien tiba-tiba
menyahut: “saya tidaklah perasa yang seperti bapak katakan. Saya selalu
berusaha mempergunakan pikiran dalam menanggapi setiap masalah. Jadi
tuduhan bapak bahwa saya perasa adalah tidak benar”. Dalam hal ini klien
merasa tersinggung karena konselor mempergunakan kata-kata “perasa”
terhadap klien. Klien berusaha mempertahankan diri dengan ucapan-ucapannya yang
cukup keras. Suasana ini mengingatkan agar konselor selalu berhati-hati dalam
penggunaan kata-kata. Kata-kata yang dipergunakan konselor itu boleh jadi
justru menjauhkan dan merusak hubungannya dengan klien.
|
Halaman 234-235
A. Kata-kata
terpilih
1. Pada
teks di atas terdapat kalimat-kalimat:
a. “
kamu sebenarnya kurang bersungguh-sungguh dalam usaha itu”.
b. “
ternyata kamu tidak mempunyai keberanian mencobanya”.
c. “
tampaknya anda adalah seorang perasa”.
Ketiga kalimat tersebut dapat
menimbulkan reaksi mempertahankan diri pada klien. Tulislah sebuah kalimat lain
untuk menggant masing-masing kalimat tersebut. Kalimat yang anda tulis itu
adalah kalimat yang hendaknya diucapkan oleh konselor yang tidak akan
menimbulkan reaksi mempertahankan diri pada klien.
(1).
Dengan usaha yang sedikit lagi pasti hasilnya maksimal
(2). Sebenarnya mencoba membutuhkan
sedikit keberanian
(3).
Sebenarnya akan lebih baik jika anda lebih sabar lagi sedikit
2. usaha atau latihan-latihan
apakah yang hendaknya dilakukan oleh konselor sehingga ia dapat mempergunakan
kata –kata yang tepat? Dalam menjawab pertanyaan ini ingatlah bahwa sikap
impulsive*) harus dibuang jauh-jauh, dan usaha memperhatikan dan mengerti klien
harus ditingkatkan.
Usaha atau latihan yang
peru dilakukan ialah: memperbanyak perbendaharaan kata-kata dan banyak membaca
buku-buku.
B.
Konselor
terlanjur mempergunakan kata-kata yang kurang tepat
Halaman 236-237
1. Dalam
keadaan klien marah atau bersikap mempertahankan diri, apakah yang harus
dilaksanakan oleh konselor?
Konselor
harus bersikap menerima kenyataan itu dan mengerti sikap apa yang timbul.
Contoh
kalimat yang hendaknya dipakai oleh konselor ialah: oh begitu maksud saya, jadi
begitu atau begitu rupanya.
2. Ciri-ciri
apakah yang terdapat pada diri klien yang menyatakan bahwa klien itu tidak lagi
bersikap atau bereaksi mempertahankan diri?
Ciri-ciri
yang tampaknya ialah: mengiyakan pernyataan yang dikemukakan konselor
IV.
Pertanyaan
rangkuman
a. Empat
sikap yang perlu diperhatikan dalam hubungan konseling ialah:
1) Keyakinan konselor terhadap hakekat manusia
2) Kemampuan menerima klien
3) Penuh pengertian terhadap klien
4) Sikap konselor terhadap norma dan nilai-nilai
b. Tidak
kemampuan dasar dalam hubungan konseling ialah yang menyangkut:
1) Membina keakraban
2) Kemampuan berempati
3) Kemampuan memperhatikan
c. Hal-hal
praktis yang perlu diperhatikan dalam membina hubungan konseling ialah:
1) mampu membedakan antara konseling dan wawancara
biasa
2) mampu mengarahkan fokus pembicaraan kepada klien
3) tidak menyamaratakan masalah klien.
Komentar