FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM : KONSEP PENDIDIKAN SEUMUR HIDUP dan LEARNING SOCIETY

BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang
Pendidikan adalah modal utama yang harus dimiliki oleh setiap manusia. Dengan pendidikan akan meninggikan derajat manusia, manusia akan dianggap berharga bila memiliki pendidikan yang berguna bagi sesamanya.
Dalam menunjang berhasilnya pendidikan membutuhkan lingkungan yang mendukung dalam hal belajar. Masyarakat dan keluarga yang gemar belajar tentunya akan berpengaruh sangat baik bagi perkembangan belajar anak. Untuk itu konsep learning society hendaknya dipahami dan kemudian dilaksanakan.
Kemudian, masa dari pendidikan sangatlah panjang, banyak orang yang beranggapan bahwa pendidikan itu berlangsung hanya disekolah saja, tetapi dalam kenyataanya pendidikan berlangsung seumur hidup melalui pengalaman-pengalaman yang dijalani dalam kehidupanya. Islam juga menekankan pentingnya pendidikan seumur hidup, Nabi pernah bersabda : Tuntutlah ilmu dari buain sampai meninggal dunia.
B.  Rumusan Masalah
Dari uraian diatas dapat dirumuskan beberapa hal:
1.      Apakah Konsep dari Learning Society?
2.      Apakah Konsep Pendidikan Seumur Hidup (long life education) itu?
3.      Apakah Masyarakat Modern saat ini sudah melaksanakan learning society dan pendidikan seumur hidup?


BAB II
PEMBAHASAN

A.  KONSEP LEARNING SOCIETY
Sebelum memahami konsep learning society ada baiknya harus paham terlebih dahulu arti dari kata tersebut. Learning society diartikan sebagai masyarakat belajar. Learning society adalah memberdayakan peran masyarakat dan keluarga dalam kegiatan pendidikan.[1] Diharapkan masyarakat dan keluarga berperan aktif dalam hal belajar. Tentulah jika masyarakat dan keluarga telah aktif untuk gemar belajar maka akan terbentuk bangsa yang rajin belajar.
Seiring dengan gencarnya sosialisasi tentang tema masyarakat madani (civil society), pada saat ini juga sering disosialisasikan mengenai perlunya masyarakat belajar (learning society) atau biasa juga disebut dengan educational society. Learning society secara praktek sudah dilakukan oleh masyarakat Indonesia -meski belum secara maksimal- namun secara konsep masih meraba-raba. Artinya, bila civil society telah mulai diperkenalkan dan disosialisasikan, maka untuk learning society belum ditemukan konsep yang matang dan fixed, sehingga istilah learning society belum populer didengungkan apalagi dimasyarakatkan (Al-Rasyidin dan Samsul Nizar, 2005).
Pembahasan tentang learning society pada tahun 1971 telah diperkenalkan oleh Torsten Husen. Menurut pendapatnya, seperti yang dikutip oleh Al-Rasyidin dan Samsul Nizar, learning society adalah memberdayakan peran masyarakat dan keluarga dalam bidang pendidikan.
Masyarakat Indonesia masih dalam tahap yang disebut dengan schooling society dan reading society, sehingga perlu upaya keras untuk menuju jenjang lebih tinggi. Jenjang yang harus dituju adalah menjadi masyarakat yang learning society dan education.[2] Upaya tersebut bisa dicapai dengan mendukung minat baca masyarakatnya. Dan minat baca akan muncul jika ketersediaan buku-buku dimasyarakat lengkap.
Terdapat juga pendapat yang mengatakan bahwa dengan membangun learning society dapat memberantas buta aksara yang terjadi dimasyarakat. Berdasarkan data UNESCO pada tahun 1960 menyatakan bahwa 40% dari penduduk dunia mengalami buta aksara. Namun, di Indonesia pada tahun 2000 terjadi penurunan persentase masyarakat yang buta aksara.[3]
Seperti yang diketahui selama ini bahwa peranan lembaga pendidikan formal, seperti sekolah, yang baru menjadi perhatian dan mendapatkan tempat dihati masyarakat. Sementara pendidikan non formal dan informal di Indonesia belum mendapatkan perhatian penuh, andaipun  mendapatkan perhatian hanya sedikit saja.
Selama ini banyak anggapan terhadap dunia pendidikan yang terfokus pada pendidikan formal, seperti sekolah saja tidaklah tepat, sebab konsep pendidikan dapat diartikan secara luas. Hal ini dipahami untuk menyebut semua upaya untuk mengembangkan tiga hal, yaitu pandangan hidup, sikap hidup dan keterampilan hidup diri seseorang atau sekelompok orang. Dengan kata lain, untuk menyebutkan peristiwa yang dampaknya ialah berkembangnya pandangan hidup, sikap hidup dan keterampilan hidup diri seseorang atau sekelompok orang. Kalau suatu pendidikan sejak awal dirancang untuk mengembangkan ketiga hal tersebut, maka hal ini disebut sebagai pendidikan formal dan pendidikan non formal. Sebaliknya, apabila suatu tindakan yang sebenarnya tidak dirancang untuk mengembangkan ketiga hal tersebut, melainkan berdampak demikian, maka peristiwa tersebut dapat dikatakan sebagai pendidikan informal.
Jika dicermati lebih jauh, pemahaman terhadap ketiga jenis pendidikan tersebut diketengahkan untuk memberikan pengertian baru terhadap peran pendidikan formal dan non formal. Dalam pengertian baru ini, maka kegiatan pendidikan tidak hanya terjadi di lingkungan sekolah, akan tetapi juga di lingkungan keluarga dan lingkungan masyarakat. Pada gilirannya nanti tidak hanya pendidikan formal dalam arti sempit, sekolah yang mendapatkan perhatian, akan tetapi juga pendidikan di lingkungan keluarga dan pendidikan di lingkungan masyarakat (luar sekolah).[4]
Seperti yang dikutip oleh Muljono dari Al-Rasyidin dan Samsul Nizar (2005) mengungkapkan beberapa harapan yang ingin dicapai melalui learning society, khususnya jika dikaitkan dengan perwujudan masyarakat madani, menurut Tim Nasional Reformasi Menuju Masyarakat Madani adalah sebagai berikut:
1)      Terciptanya masyarakat yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
2)      Terciptanya masyarakat yang demokratis dan beradab yang menghargai adanya perbedaan pendapat;
3)      Masyarakat yang mengakui hak-hak asasi manusia;
4)      Masyarakat yang tertib dan sadar hukum, budaya malu apabila melanggar hukum yang melekat dalam semua lapisan kehidupan kenegaraan dan kemasyarakatan;
5)      Masyarakat yang percaya pada diri sendiri, memiliki kemandirian dan kreatif terhadap pemecahan masalah yng dihadapi, masyarakat memiliki orientasi yang kuat pada penguasaan ilmu dan teknologi;
6)      Sebagai bagian dari masyarakat global, yang memiliki semangat kompetitif dalam suasana kooperatif, penuh persaudaraan dengan bangsa-bangsa lain dengan semangat kemanusiaan yang universal;
7)      Terwujudnya tatanan masyarakat yang beradab yang menjunjung tinggi nilai-nilai luhur dan martabat manusia;
8)      Mewujudkan masyarakat belajar yang tumbuh dari masyarakat, oleh masyarakat dan untuk masyarakat[5].
Jadi, untuk mewujudkan masyarakat yang gemar belajar, perlu usaha-usaha yang dilakukan. Usaha tersebut adalah membentuk keluarga agar menjadi keluarga yang gemar belajar. Keluarga mempengaruhi perkembangan generasi selanjutnya di masa yang akan datang. memang tidak gampang mewujudkan keluarga gemar belajar. Namun, keberanian untuk mencoba dan berpikir kritis serta inovatif dapat membantu dalam mewujudkan keluarga gemar belajar.

1.    Upaya mewujudkan Learning Society
Usaha yang dapat dilakukan untuk mewujudkan learning society adalah mencoba membiasakan keluarga agar menjadi keluarga yang gemar belajar. Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat. Keluarga mempengaruhi perkembangan generasi selanjutnya di masa yang akan datang. Tentulah tidak mudah dalam mewujudkan keluarga gemar belajar. Namun, keberanian untuk mencoba sesuatu terus menerus dan berpikir kritis serta inovatif dapat membantu dalam mewujudkan keluarga gemar belajar.
Di samping memberdayakan pendidikan keluarga, upaya mewujudkan learning society adalah dengan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam kegiatan proses belajar informal dan non formal. Permasalahan yang berkaitan dengan lemahnya peran masyarakat, antara lain dapat dilihat dari lemahnya kontrol sosial dan kontrol moral dalam masyarakat terhadap penyimpangan-penyimpangan perilaku, pergeseran tata nilai baik dan buruk dalam masyarakat, serta menurunnya tanggung jawab sosial. Ikut melengkapi menurunnya peran masyarakat ini adalah kemajuan media informasi dan komunikasi yang mampu membuka dinding-dinding kamar setiap rumah sampai ke pedesaan yang tidak dapat diimbangi dengan kesiapan mental anggota masyarakat[6].
Lalu timbul pertanyaan, bagaimana menciptakan suatu masyarakat yang gemar belajar banyak hal yang positif dan suka bekerja keras sekaligus bermoral?. Di negara-negara Eropa, dalam usahanya mewujudkan learning society dengan melalui lima periode (Al-Rasyidin dan Nizar, 2005), diawali dengan diberlakukan-nya pendidikan formal tingkat dasar pada tahun 1815-1880. Pada awal abad 20 dilaksanakannya pendidikan umum, yang diikuti oleh setiap anak, tanpa membedakan jenis kelamin, atau golongan. Pelaksanaan pendidikan tersebut dapat diistilahkan dengan wajib belajar. Pertengahan abad 20, yakni tahun 1950-1960, terjadi ledakan peserta didik di segala jenjang pendidikan. Pada tahap selanjutnya, lahir konsep pendidikan orang dewasa (adult/permanent/recurrent educa-tion) atau dapat disebut sebagai long life education. Periode ini diakhiri dengan masuknya teknologi di dunia pendidikan[7].
Gagasan tentang learning society semestinya diimbangi dengan kesadaran masyarakat terhadap makna pendidikan, sehingga perwujudan masyarakat belajar akan lebih mudah tercapai.
Harapannya dengan adanya learning society akan terwujud masyarakat madani sebagaimana yang sedang marak diperbincangkan sekarang. Sekaligus sebagai salah satu alternatif dalam mengatasi masalah yang melanda negeri ini.[8]

B.  KONSEP PENDIDIKAN SEUMUR HIDUP
Konsep pendidikan seumur hidup, sebenarnya sudah sejak lama dipikirkan oleh para pakar pendidikan dari zaman ke zaman. Apalagi bagi umat islam, jauh sebelum orang-orang barat mengangkatnya, Islam sudah mengenal pendidikan seumur hidup, sebagai mana dinyatakan oleh hadits Nabi SAW yang berbunyi:
طلب العلم من المهد الى اللحدا
Artinya: “tuntutlah ilmu dari buaian sampai meninggal dunia.”
            Konsep pendidikan seumur hidup menjadi terkenal dalam dunia pendidikan sejak terbitnya buku karya Paul Lengrand yang berjudul: “An Introduction to Life Long Education” pada tahun 1970. [9]
Konsep pendidikan seumur hidup itu merumuskan suatu konsep bahwa proses pendidikan merupakan suatu proses kontinue, yang bermula sejak seseorang dilahirkan hingga meninggal dunia. Proses pendidikan ini mencakup bentuk-bentuk belajar secara informal, non formal maupun formal baik yang berlangsung dalam keluarga, disekolah, dalam pekerjaan dan dalam kehidupan masyarakat. [10]
1.    Dasar Pemikiran Long Life Education
Dasar pemikiran seumur hidup ini didasarkan beberapa pertimbangan antara lain:
1.      Pada dasarnya pendidikan adalah suatu proses yang berlangsung selama hidup seseorang.
2.      Banyak anak-anak yang tidak bisa mengikuti pendidikan formal di sekolah. Padahal mereka memiliki potensi yang perlu dikembangkan yang nantinya dapat berguna bagi dirinya dan masyarakat.
3.      Sekolah formal banyak yang tidak sanggup lagi menampung anak-anak usia sekolah untuk mengikuti pendidikan. Akibatnya makin banyak anggota masyarakat dan anak-anak yang tidak pernah merasakan pendidikan di sekolah. Mereka tidak mungkin dibiarkan dalam kebodahan dan keterbelakangan. Mereka perlu ditolong agar dapat ikut berpartisipasi secara aktif dalam pembangunan negara.[11]
Jadi, pemikiran tentang Long life education didasari atas beberapa hal yang telah dikemukakan diatas. Diharapkan dengan adanya konsep long life education ini semua orang dapat merasakan dan melaksanakan pendidikan seumur hidupnya. Dengan begitu dapat mengurangi tingkat kebodohan dan keterbelakangan masyarakat. Dan pendidikan itu sendiri tidak hanya dilakukan di lembaga formal namun juga lembaga informal dan nonformal.
2.    Implikasi Konsep Pendidikan Seumur Hidup pada program pendidikan
Implikasi disini diartikan sebagai akibat langsung atau konsekuensi dari suatu keputusan. Maksudnya adalah sesuatu yang merupakan tindak lanjut atau follow up dari suatu kebijakan tentang pelaksanaan pendiidkan seumur hidup. Penerapan konsep Pendidikan seumur hidup pada isi program pendidikan di masyarakat ada berbagai macam dengan berbagai variasi. Seperti yang dikutip oleh Hasbullah dari Ananda W. P Guruge dalam bukunya Toward Better Educational Management, dikelompokkan kedalam beberapa kategori sebagai berikut:
a)   Pendidikan baca tulis fungsional
Program ini tidak saja penting bagi pendidikan seumur hidup dikarenakan relefansinya yang ada pada Negara-negara berkembang dengan sebab masih banyaknya penduduk yang buta huruf, mereka lebih senang menonton TV, mendengarkan Radio, Mengakses internet dari pada membaca. Meskipun cukup sulit untuk membuktikan peranan melek huruf fungsional terhadap pembangunan sosial ekonomi masyarakat, namun pengaruh IPTEK terhadap kehidupan masyarakat misalnya petani, justru disebabkan oleh karena pengetahuan-pengetahuan baru pada mereka. Pengetahuan baru ini dapat diperoleh melalui bahan bacaan utamanya.
Realisasi baca tulis fungsional, minimal memuat dua hal, yaitu:
2.      Memberikan kecakapan membaca, menulis, menghitung (3M) yang fungsional bagi anak didik.
  1. Menyediakan bahan-bahan bacaan yang diperlukan untuk mengembangkan lebih lanjut kecakapan yang telah dimilikinya.[12]
Jadi, dengan masuknya konsep pendidikan seumur hidup ini didalam program pendidikan diharapkan dapat meningkatkan kecakapan membaca, menulis dan menghitung bagi peserta didik.
b)   Pendidikan vocational
Pendidikan vokasional adalah pendidikan yang khusus dipersiapkan untuk memperoleh tenaga kerja yang terampil. Pendidikan vokasional ini tidak boleh dipandang sekali jadi lantas selesai. Dengan terus berkembang dan majunya ilmu pengetahuan dan teknologi serta makin meluasnya industrialisasi, menuntut pendidikan vokasiaonal itu tetap dilaksanakan secara terus menerus.[13]
c)    Pendidikan profesional
Sebagai realisasi pendidikan seumur hidup, dalam tiap-tiap profesi telah tercipta Built in Mechanism yang memungkinkan golongan profesional terus mengikuti berbagai kemajuan dan perubahan menyangkut metodologi, perlengkapan, terminologi dan sikap profesionalnya. Sebab bagaimanapun apa yang berlaku bagi pekerja dan buruh, berlaku pula bagi professional, bahkan tantangan buat mereka lebih besar. Mereka harus berusaha terus-menerus dan bergerak cepat agar tidak ketinggalan zaman.
d)   Pendidikan ke arah perubahan dan pembangunan
Diakui bahwa diera globalisasi dan informasi yang ditandai dengan pesatnya perkembangan IPTEK, telah mempengaruhi berbagai dimensi kehidupan masyarakat, dengan cara masak yang serba menggunakan mekanik, sampai dengan cara menerobos angkasa luar. Kenyataan ini tentu saja konsekuensinya menurut pendidikan yang berlangsung secara terus menerus (long life education).
Pendidikan bagi anggota masyarakat dari berbagai golongan usia agar mereka mampu mengikuti perubahan sosial dan pembangunan juga merupakan konsekuensi penting dari konsep pendidikan seumur hidup.[14]
e)    Pendidikan kewarganegaraan dan kedewasaan politik
Disamping tuntutan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK), dalam kondisi sekarang dimana pola pikir masyarakat. Yang semakin maju dan kritis, baik rakyat biasa, maupun pemimpin pemerintahan di Negara yang demokratis, diperlukan pendidikan kewarganegaraan dan kedewasaan politik bagi setiap warga Negara. Pendidikan seumur hidup yang bersifat kontinue dalam koteks ini menjadi sangat penting.
f)    Pendidikan kultural dan pengisian waktu luang
            Orang-orang terpelajar diharapkan mampu memahami dan menghargai nilai-nilai agama, sejarah, filsafat hidup, seni dan musik bangsanya sendiri. Terkadang hal ini sering terlupakan. Sebenarnya apabila seorang terpelajar berpandangan luas, mereka akan kaya pengetahuan, juga memungkinkan baginya untuk mengisi waktu luang dengan senang sesuai dengan keinginannya. Oleh karena itu pendidikan kultural dan pendisian waktu luang secara konstruktif merupakan bagian penting dari pendidikan seumur hidup.[15]
Dengan uraian diatas semoga dapat dipahami bersama apa itu konsep pendidikan seumur hidup, dasar pemikirannya dan bagaimana implikasinya dalam program pendidikan. Pada dasarnya pendidikan dapat dilaksanakan dimanapun berada dan kapanpun waktunya, tidak ada lembaga yang mengikatnya.
C.  KONDISI MASYARAKAT SAAT INI
Melihat kondisi masyarakat saat ini, untuk mewujudkan learning society masih belum dapat maksimal. Banyak masyarakat yang belum paham betapa pentingnya belajar. Betapa pentingnya pendidikan bagi masa depan anak nantinya. Anak lebih banyak disuruh bekerja membantu mencari nafkah daripada menghabiskan waktu untuk belajar. Keluarga kurang mendukung anak untuk menjadi gemar belajar.
Orang yang rajin membaca buku masih dianggap miring oleh segelintir masyarakat, bahkan ada yang mencemooh. Sungguh miris sekali keadaan seperti ini. Seharusnya kita bangga dan senang jika ada orang yang rajin membaca buku ditempat-tempat santai seperti taman dan dibawah pohon rindang. Pemikiran-pemikiran masyarakat yang seperti inilah yang menghambat terciptanya learning society dan pendidikan seumur hidup dimasa sekarang ini.


BAB III
PENUTUP

A.  Kesimpulan
Konsep learning society dan pendidikan seumur hidup sama-sama membicarakan bagaimana melaksanakan pendidikan bagi diri individu sebagai makhluk yang wajib mencari ilmu. Learning society adalah memberdayakan peran masyarakat dan keluarga dalam kegiatan pendidikan. Diharapkan masyarakat dan keluarga berperan aktif dalam hal belajar. Tentulah jika masyarakat dan keluarga telah aktif untuk gemar belajar maka akan terbentuk bangsa yang gemar belajar.
Selain konsep learning society, konsep pendidikan seumur hidup pun penting untuk dipahami bersama. Konsep pendidikan seumur hidup itu merumuskan suatu konsep bahwa proses pendidikan merupakan suatu proses kontinue, yang bemula sejak seseorang dilahirkan hingga meninggal dunia. Proses pendidikan ini mencakup bentuk-bentuk belajar secara informal, non formal maupun formal baik yang berlangsung dalam keluarga, disekolah, dalam pekerjaan dan dalam kehidupan masyarakat.
Dan pada akhirnya konsep learning society dan pendidikan seumur hidup akan dapat terwujud seiring dengan kesadaran masyarakat akan makna pendidikan yang sesungguhnya. Pendidikan tak terbatas oleh ruang  dan tempat, pendidikan dapat dilaksanakan kapan saja dan dimana saja.

B.  Saran
Kami menyadari bahwa makalah ini tentunya masih banyak terdapat kekurangan, kekeliruan dan kesalahan. Oleh karena itu kami harapkan kritik dan saran dari pembaca sekalian yang sifatnya membangun, demi menuju kesempurnaan makalah-makalah kami yang akan datang. Atas kritik dan saran saudara kami ucapkan terimakasih.
DAFTAR PUSTAKA

Ekosusilo, Madyo. Dasar-dasar Pendidikan. Effhar Publishing: Semarang. 1993.
Fajar, A. Malik. Holistika Pemikiran Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo. 2005.
Hasbulloh, Dasar-dasar Ilmu Pendidikan. Rajawali Pers: Jakarta. 2001
Kompas.com
Muljono, Pudji. Jurnal Penyuluhan: Learning Society, Penyuluhan Dan Pembangunan Bangsa. Vol. 3, No 1. Maret 2007.
Nizar, Samsul dan Al-Rasyidin. Filsafat Pendidikan Islam: pendekatan historis, teoritis dan praktis. Jakarta: Ciputat Press. 2005.



[1] Al-Rasyidin dan Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam: pendekatan historis, teoritis dan praktis (Jakarta: Ciputat Press, 2005) h. 177
[2] Kompas.com, terakhir diakses 10 Desember 2011
[3] A. Malik Fajar, Holistika Pemikiran Pendidikan (Jakarta: Raja Grafindo, 2005) h. 261
[4] Nizar, loc. cit, h. 178
[5] Pudji Muljono, Jurnal Penyuluhan, Learning Society, Penyuluhan Dan Pembangunan Bangsa, Maret 2007, Vol. 3, No 1, h. 3.
[6] Nizar, op. cit, h. 188
[7] Ibid, h. 189
[8] Ibid, h. 190
[9] Madyo Ekosusilo, Dasar-dasar Pendidikan (Effhar Publishing: Semarang, 1993) h. 87
[10] Hasbulloh, Dasar-dasarIlmu Pendidikan (Rajawali Pers: Jakarta, 2001) h. 64
[11] Ekosusilo, op. cit, h. 88
[12] Hasbulloh, op. cit, h. 71
[13] Ibid, h. 72
[14]Ibid, h. 73
[15] Ibid, h. 92

Komentar